Jumat, 05 Mei 2017

Aliran-aliran Pemikiran Hukum

Aliran-aliran pemikiran hukum biasa disebut juga dengan teori hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, teori hukum ini tidak bisa dilepaskan dari lingkungan zamannya. Ia sering kita lihat sebagai suatu jawaban yang diberikan terhadap permasalahan hukum atau menggugat suatu pemikiran hukum yang dominan pada suatu saat. Oleh karena itu, sekalipun ia berkeinginan untuk mengutarakan suatu pikiran secara universal, tetapi alangkah baiknya apabila kita senantiasa bahwa teori itu mempunyai latar belakang pemikiran yang demikian. Sehubungan dengan keadaan itu, sudah seharusnya kita tidak melepaskan teori-teori yang lahir pada abad ke-19 atau ke-20. Kita sebaiknya memahaminya dengan latar belakang yang demikian itu, karena teori-teori yang lahir pada abad ke-19 misalnya, menggarap persoalan-persoalan yang ada pada masa itu dan yang bukan merupakan karakterstik persoalan untuk abad ke-20. Hal ini disetujui oleh Achmad Ali dalam bukunya “Menguak Tabir Hukum” dan memberikan contoh tentang salah satu aliran pemikran hukum, yaitu aliran positivis yang jika dianut membuta oleh para yuris kita, khususnya oleh hakim di akhir abad ke-20, yang cenderung akan menimbulkan dampak ketidakadilan dan kemanfaatan.
Adapun aliran-aliran hukum yang dibicarakan yaitu :
1.  Aliran Hukum Alam
            Aliran hukum alam berkembang, sejak kurung waktu 2.500 tahun yang lalu, dan muncul dalam berbagai bentuk pemikiran. Dilihat dari sejarahnya, aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolut. Hukum alam disini dipandang sebagai hukum yang abadi.
            Aliran hukum alam dapat dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu:
  1. Irasional, yang berpendapat bahwa hukum alam yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari tuhan secara langsung. Tokohnya adalah Thomas Aquinas, Jhon Salisbury, Dante, Piere Dubois, Marisilius Padua, dan Jhon Wycliffe.
  2. Aliran hukum alam yang rasional, yaitu berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Tokohnya adalah Hugo de Groot (Grotius), Christian Thomasius, Imanuel Kant, dan  Samuel von Pufendorf.
Pemikiran aliran hukum alam yang khas adalah tidak dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral. Pandangan yang muncul setelah zaman Renesance (era ketika rasio manusia dipandang terlepas dari tertib Ketuhanan), berpendapat bahwa, hukum alam tersebut muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik dan buruk, yang penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan/moral alam. Pada umumnya penganut hukum alam memandang hukum dan moral sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia dan perhubungannya dengan sesama manusia.

2.  Aliran Positivisme Hukum
            Positivisme hukum dapat dipandang dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
a.       Aliran hukum positif analisis, yang dipelopori oleh Jhon Austin yang menyatakan, bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa, dalam arti bahwa perintah dari penguasa yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari mereka yang memegang kedaulatan, selanjutnya Austin mengemukakan, bahwa hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk yang berpikir, yang memegang dan mempunyai kekuasaan, sehingga hukum merupakan suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup, hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik dan buruk.
  1. Aliran hukum positif dari Hans Kalsen, yaitu untuk membersihkan  ilmu hukum dari segala anasir-anasir non-hukum, seperti etis/moral, sosiologis, politis, dan sebagainya. Dan si samping itu Kalsen juga mengembangkan teori jenjang (Stufentheorie). Ajaran Stufentheorie berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu heirarkis dari hukum di mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan lebih tinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotesis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret daripada ketentuan yang lebih tinggi.


3.  Aliran Utilitarianisme
            Utilitarianisme adalah aliran hukum yang meletakkan kemamfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemamfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan, jadi baik buruk atau tidaknya suatu hukum, tergantung kepada apakah hukum itu mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai diupayakan agar kebahagiaan itu dirasakan oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa) tersebut.
            Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam positivisme hukum, mengingat paham ini pada akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan mamfaat yang sebesar-besarnya kepada sejumlah orang yang banyak. Ini berarti hukum merupakan pencerminan perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio semata.
            Pendukung aliran utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, Jhon Stuart Mill dan Rudolf von Jhering.

4.  Aliran Historis (Madzhab Sejarah)
            Aliran historis muncul merupakan reaksi terhadap tiga hal, yaitu:
  1. Rasionalisme abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan prinsip-prinsip dasar yang semuanya berperan dalam filsafat hukum, dengan terutama mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi rasional;
  2. Semangat revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi misi kosmopolitannya (kepercayaan pada rasio dan daya kekuatan tekad manusia untuk mengatasi lingkungan, yaitu seluruhnya ke segala penjuru dunia;
  3. Pendapat yang berkembang saat itu yang melarang hakim menafsirkan hukum karena undang-undang dapat menyelesaikan semua masalah hukum. Code Civil dinyatakan sebagai kehendak legislatif dan harus dianggap sebagai suatu sistem hukum yang harus disimpan dengan baik sebagai sesuatu yang suci karena dari alasan-alasan yang murni.
Para pemikir aliran historis yang paling terkenal adalah Friedrich Karl von Savigny, Puchta, dan Henry Summer Maine.

5.  Aliran Antropologis Hukum
            Antropologi sendiri merupakan kajian ilmu hukum yang terpisah dari hukum. Secara harfiah, antropologi berarti studi tentang manusia, yang muncul sekitar abad ke-18. Salah satu objek kajian utama dari antropologi adalah kultur. Dari topik antropologi, tempat hukum di dalam masyarakat adalah sangat luas. Hukum mencakupi suatu pandangan masyarakat tentang kebutuhannya untuk survival, hukum juga merupakan aturan yang mengatur produksi dan distribusi kekayaan dan metodenya untuk melindungi masyarakat terhadap kekuasaan internal dan musuh dari luar.

6.  Aliran Sosiologis Hukum / Sociological Jurisprudance
            Para penganut sosiologi dalam ilmu  hukum, dapat kita bedakan antara yang menggunakan sociology of law sebagai kajiannya, dan yang menggunakan sociologycal jurisprudence sebagai kajiannya. Sociology of law merupakan sosiologi hukum, karena itu ia merupakan cabang sosilogi, dan diperkenalkan pertama kali di Italia olehnya itu berkonotasi Eropa  daratan. Sedangkan sociologycal jurisprudence adalah ilmu hukum sosiologis, karena itu merupakan cabang dari ilmu hukum dan diperkenalkan di Amerika Serikat olehnya itu berkonotasi Anglo Saxon.
            Perbedaan yang mencolok antara sociology of law dan sociologycal jurisprudence, adalah bahwa sosiologi hukum berusaha menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan sosial sebagai suatu keseluruhan dan pembahasannya merupakan keseluruhan bagian terbesar dari sosiologi dan ilmu politik. Titik berat penyelidikan  sociology of law terletak pada masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi semata. Sedangkan sociologycal jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan memandang masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.
            Para penganut aliran sosiologi hukum yang terkenal adalah Max Weber, Emile Durkheim, Eugen Erlich, Talcont Parson, Schuyt, dan Roscoe Pound.

7.  Aliran Realisme Hukum
            Dalam pandangan penganut realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Karena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak terbatas. Kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini adalah  bentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan. Dan yang menjadi hal pokok dalam ilmu hukum realis adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.
            Realisme berpandangan juga bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai ada putusan hakim, terhadap perkara itu. Apa yang dianggap sebagai hukum dalam buku-buku, baru merupakan taksiran tentang bagaimana hakim akan memutuskan perkara yang dihadapinya.
            Sebenarnya realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Skala gerakan realisme Skandinavia lebih luas daripada realisme Amerika, karena pusat perhatiannya bukanlah pada fungsionaris hukum (khususnya hakim), tetapi justru orang-orang yang berada di bawah hukum. Realisme Skandinavia ini banyak menggunakan dalil-dalil psikologi dalam menjelaskan pandangannya.
            Persamaan realisme Amerika dan realisme Skandinavia adalah semata-mata verbal. Realisme Amerika adalah hasil dari pendekatan pragmatis dan paling sopan pada lembaga-lembaga sosial. Para ahli hukum mengembangkannya dengan ciri Anglo-Amerika, yakni tekanan pada pekerjaan pengadilan-pengadilan dan tingka laku pengadilan-pengadilan, untuk memperbaiki falsafah tentang positivisme analitis, yang menguasai ilmu hukum anglo-Amerika pada abad ke-19. Mereka menekankan bekerjanya hukum, baik sebagai pengalaman maupun sebagai konsensi hukum. Namun mereka kurang memperhatikan dasar hukum transendental. Waktu mereka condong menyetujui falsafah hukum yang relativistis, para  realis Amerika tidak berusaha menguraikan secara rinci suatu falsafah tentang nilai-nilai, dengan kata lain mereka mengasumsikan adanya pemisahan sementara yang ada dari yang seharusnya untuk tujuan-tujuan studi. Sebaliknya realis Skandinavia adalah semata-mata kritik falsafah atas dasar-dasar metafisis dari hukum. Dengan menolak pendekatan bahasa yang sederhana dari para realis Amerika, realis Skandinavia jelas bercorak kontinental dalam pembahasan yang kritis dan  sering sangat abstrak tentang prinsip-prinsip yang pertama.
            Tokoh-tokoh realis Amerika adalah Charles Sanders Peirce, Jhon Chipman Gray, Oliver Wendel Holmes, William James, Jhon Dewey, Bejamin Ntahan Cardozo, dan Jerome Frank. Sedangkan tokoh-tokoh realis Skandinavia adalah Alex Hagerstrom, Karl Olivecrona, Alf Ross, H.L.A. Hart,  Julius Stone, dan Jhon Rawls.

8. Aliran Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas)
            Aliran ini berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah merupakan undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian-penyelesaian yang tepat untuk peristiwa-peristiwa konkret, sehingga peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah diciptakan oleh hakim. Tokoh-tokoh aliran hukum bebas adalah Ehrilich, Stampe, Ernst Fuchs, dan Herman Isay.

9.  Aliran Hukum Kritis
            Aliran ini muncul karena ketidakpuasan dari aliran-aliran sebelumnya karena hukum telah meninggalkan akar religiusnya yaitu moralitas, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan. Maka aliran ini menawarkan bahwa hukum agamalah yang paling sempurna. Tokohnya adalah Robert Unger.
             




Tidak ada komentar:

Posting Komentar