Aliran-aliran pemikiran hukum biasa
disebut juga dengan teori hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, teori hukum ini
tidak bisa dilepaskan dari lingkungan zamannya. Ia sering kita lihat sebagai
suatu jawaban yang diberikan terhadap permasalahan hukum atau menggugat suatu
pemikiran hukum yang dominan pada suatu saat. Oleh karena itu, sekalipun ia
berkeinginan untuk mengutarakan suatu pikiran secara universal, tetapi alangkah
baiknya apabila kita senantiasa bahwa teori itu mempunyai latar belakang
pemikiran yang demikian. Sehubungan dengan keadaan itu, sudah seharusnya kita
tidak melepaskan teori-teori yang lahir pada abad ke-19 atau ke-20. Kita
sebaiknya memahaminya dengan latar belakang yang demikian itu, karena
teori-teori yang lahir pada abad ke-19 misalnya, menggarap persoalan-persoalan
yang ada pada masa itu dan yang bukan merupakan karakterstik persoalan untuk
abad ke-20. Hal ini disetujui oleh Achmad Ali dalam bukunya “Menguak Tabir
Hukum” dan memberikan contoh tentang salah satu aliran pemikran hukum, yaitu
aliran positivis yang jika dianut membuta oleh para yuris kita, khususnya oleh
hakim di akhir abad ke-20, yang cenderung akan menimbulkan dampak ketidakadilan
dan kemanfaatan.
Adapun aliran-aliran hukum yang
dibicarakan yaitu :
1. Aliran
Hukum Alam
Aliran
hukum alam berkembang, sejak kurung waktu 2.500 tahun yang lalu, dan muncul
dalam berbagai bentuk pemikiran. Dilihat dari sejarahnya, aliran ini timbul
karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolut. Hukum alam
disini dipandang sebagai hukum yang abadi.
Aliran
hukum alam dapat dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu:
- Irasional,
yang berpendapat bahwa hukum alam yang berlaku universal dan abadi itu
bersumber dari tuhan secara langsung. Tokohnya adalah Thomas Aquinas, Jhon
Salisbury, Dante, Piere Dubois, Marisilius Padua, dan Jhon Wycliffe.
- Aliran
hukum alam yang rasional, yaitu berpendapat bahwa sumber dari hukum yang
universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Tokohnya adalah Hugo de
Groot (Grotius), Christian Thomasius, Imanuel Kant, dan Samuel von Pufendorf.
Pemikiran aliran hukum alam yang khas adalah tidak
dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral. Pandangan yang muncul
setelah zaman Renesance (era ketika rasio manusia dipandang terlepas dari
tertib Ketuhanan), berpendapat bahwa, hukum alam tersebut muncul dari pikiran
manusia sendiri tentang apa yang baik dan buruk, yang penilaiannya diserahkan
kepada kesusilaan/moral alam. Pada umumnya penganut hukum alam memandang hukum
dan moral sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari
kehidupan manusia dan perhubungannya dengan sesama manusia.
2.
Aliran Positivisme Hukum
Positivisme
hukum dapat dipandang dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
a. Aliran hukum positif analisis, yang dipelopori
oleh Jhon Austin yang menyatakan, bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa,
dalam arti bahwa perintah dari penguasa yang memegang kekuasaan tertinggi atau
dari mereka yang memegang kedaulatan, selanjutnya Austin mengemukakan, bahwa
hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk yang berpikir,
yang memegang dan mempunyai kekuasaan, sehingga hukum merupakan suatu sistem
yang logis, tetap dan bersifat tertutup, hukum secara tegas dipisahkan dari
keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik dan buruk.
- Aliran
hukum positif dari Hans Kalsen, yaitu untuk membersihkan ilmu hukum dari segala anasir-anasir
non-hukum, seperti etis/moral, sosiologis, politis, dan sebagainya. Dan si
samping itu Kalsen juga mengembangkan teori jenjang (Stufentheorie). Ajaran Stufentheorie
berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu heirarkis dari hukum
di mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum
lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan lebih tinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang
bersifat hipotesis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret
daripada ketentuan yang lebih tinggi.
3.
Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme
adalah aliran hukum yang meletakkan kemamfaatan sebagai tujuan utama hukum.
Kemamfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan, jadi baik buruk atau
tidaknya suatu hukum, tergantung kepada apakah hukum itu mampu memberikan
kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat
dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai diupayakan
agar kebahagiaan itu dirasakan oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat
(bangsa) tersebut.
Aliran
ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam positivisme hukum, mengingat
paham ini pada akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah
menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan mamfaat yang
sebesar-besarnya kepada sejumlah orang yang banyak. Ini berarti hukum merupakan
pencerminan perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio semata.
Pendukung
aliran utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, Jhon Stuart Mill dan Rudolf von
Jhering.
4. Aliran Historis (Madzhab Sejarah)
Aliran
historis muncul merupakan reaksi terhadap tiga hal, yaitu:
- Rasionalisme
abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan
prinsip-prinsip dasar yang semuanya berperan dalam filsafat hukum, dengan
terutama mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa memperhatikan fakta
sejarah, kekhususan dan kondisi rasional;
- Semangat
revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi misi kosmopolitannya
(kepercayaan pada rasio dan daya kekuatan tekad manusia untuk mengatasi
lingkungan, yaitu seluruhnya ke segala penjuru dunia;
- Pendapat
yang berkembang saat itu yang melarang hakim menafsirkan hukum karena
undang-undang dapat menyelesaikan semua masalah hukum. Code Civil dinyatakan sebagai
kehendak legislatif dan harus dianggap sebagai suatu sistem hukum yang
harus disimpan dengan baik sebagai sesuatu yang suci karena dari
alasan-alasan yang murni.
Para pemikir aliran historis yang paling
terkenal adalah Friedrich Karl von Savigny, Puchta, dan Henry Summer Maine.
5. Aliran Antropologis Hukum
Antropologi
sendiri merupakan kajian ilmu hukum yang terpisah dari hukum. Secara harfiah,
antropologi berarti studi tentang manusia, yang muncul sekitar abad ke-18.
Salah satu objek kajian utama dari antropologi adalah kultur. Dari topik
antropologi, tempat hukum di dalam masyarakat adalah sangat luas. Hukum
mencakupi suatu pandangan masyarakat tentang kebutuhannya untuk survival, hukum juga merupakan aturan
yang mengatur produksi dan distribusi kekayaan dan metodenya untuk melindungi
masyarakat terhadap kekuasaan internal dan musuh dari luar.
6. Aliran Sosiologis Hukum / Sociological
Jurisprudance
Para
penganut sosiologi dalam ilmu hukum,
dapat kita bedakan antara yang menggunakan sociology
of law sebagai kajiannya, dan yang menggunakan sociologycal jurisprudence sebagai kajiannya. Sociology of law merupakan sosiologi hukum, karena itu ia merupakan
cabang sosilogi, dan diperkenalkan pertama kali di Italia olehnya itu
berkonotasi Eropa daratan. Sedangkan sociologycal jurisprudence adalah ilmu
hukum sosiologis, karena itu merupakan cabang dari ilmu hukum dan diperkenalkan
di Amerika Serikat olehnya itu berkonotasi Anglo Saxon.
Perbedaan
yang mencolok antara sociology of law dan
sociologycal jurisprudence, adalah
bahwa sosiologi hukum berusaha menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan sosial
sebagai suatu keseluruhan dan pembahasannya merupakan keseluruhan bagian
terbesar dari sosiologi dan ilmu politik. Titik berat penyelidikan sociology of law terletak pada masyarakat
dan hukum sebagai suatu manifestasi semata. Sedangkan sociologycal jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan memandang
masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.
Para
penganut aliran sosiologi hukum yang terkenal adalah Max Weber, Emile Durkheim,
Eugen Erlich, Talcont Parson, Schuyt, dan Roscoe Pound.
7. Aliran Realisme Hukum
Dalam
pandangan penganut realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial
dan alat kontrol sosial. Karena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak
terbatas. Kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan
bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini
adalah bentuk hukum dan hasil hukum
dalam kehidupan. Dan yang menjadi hal pokok dalam ilmu hukum realis adalah gerakan
dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.
Realisme
berpandangan juga bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai ada
putusan hakim, terhadap perkara itu. Apa yang dianggap sebagai hukum dalam
buku-buku, baru merupakan taksiran tentang bagaimana hakim akan memutuskan
perkara yang dihadapinya.
Sebenarnya
realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu
Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Skala gerakan realisme Skandinavia
lebih luas daripada realisme Amerika, karena pusat perhatiannya bukanlah pada
fungsionaris hukum (khususnya hakim), tetapi justru orang-orang yang berada di
bawah hukum. Realisme Skandinavia ini banyak menggunakan dalil-dalil psikologi
dalam menjelaskan pandangannya.
Persamaan
realisme Amerika dan realisme Skandinavia adalah semata-mata verbal. Realisme
Amerika adalah hasil dari pendekatan pragmatis dan paling sopan pada
lembaga-lembaga sosial. Para ahli hukum mengembangkannya dengan ciri
Anglo-Amerika, yakni tekanan pada pekerjaan pengadilan-pengadilan dan tingka
laku pengadilan-pengadilan, untuk memperbaiki falsafah tentang positivisme
analitis, yang menguasai ilmu hukum anglo-Amerika pada abad ke-19. Mereka
menekankan bekerjanya hukum, baik sebagai pengalaman maupun sebagai konsensi
hukum. Namun mereka kurang memperhatikan dasar hukum transendental. Waktu
mereka condong menyetujui falsafah hukum yang relativistis, para realis Amerika tidak berusaha menguraikan
secara rinci suatu falsafah tentang nilai-nilai, dengan kata lain mereka mengasumsikan
adanya pemisahan sementara yang ada dari yang seharusnya untuk tujuan-tujuan
studi. Sebaliknya realis Skandinavia adalah semata-mata kritik falsafah atas
dasar-dasar metafisis dari hukum. Dengan menolak pendekatan bahasa yang
sederhana dari para realis Amerika, realis Skandinavia jelas bercorak
kontinental dalam pembahasan yang kritis dan
sering sangat abstrak tentang prinsip-prinsip yang pertama.
Tokoh-tokoh
realis Amerika adalah Charles Sanders Peirce, Jhon Chipman Gray, Oliver Wendel
Holmes, William James, Jhon Dewey, Bejamin Ntahan Cardozo, dan Jerome Frank.
Sedangkan tokoh-tokoh realis Skandinavia adalah Alex Hagerstrom, Karl
Olivecrona, Alf Ross, H.L.A. Hart,
Julius Stone, dan Jhon Rawls.
8.
Aliran Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas)
Aliran
ini berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukum
yang bebas tugasnya bukanlah merupakan undang-undang, tetapi menciptakan
penyelesaian-penyelesaian yang tepat untuk peristiwa-peristiwa konkret,
sehingga peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang
telah diciptakan oleh hakim. Tokoh-tokoh aliran hukum bebas adalah Ehrilich,
Stampe, Ernst Fuchs, dan Herman Isay.
9.
Aliran Hukum Kritis
Aliran
ini muncul karena ketidakpuasan dari aliran-aliran sebelumnya karena hukum
telah meninggalkan akar religiusnya yaitu moralitas, sehingga merusak
sendi-sendi kehidupan. Maka aliran ini menawarkan bahwa hukum agamalah yang
paling sempurna. Tokohnya adalah Robert Unger.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar